Beranda | Artikel
Mengamalkan Ayat-Ayat Muhkamat dan Mengimani Ayat-Ayat Mutasyabihat
Senin, 3 Februari 2020

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Mengamalkan Ayat-Ayat Muhkamat dan Mengimani Ayat-Ayat Mutasyabihat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab التبيان في شرح أخلاق حملة القرآن (At-Tibyaan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Qur’an). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 24 Jumadal Awwal 1441 H / 20 Januari 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mengamalkan Ayat-Ayat Muhkamat dan Mengimani Ayat-Ayat Mutasyabihat

Imam Al-Ajurri Rahimahullah mengatakan, “Kemudian Allah yang Maha Pemurah memerintahkan kepada makhlukNya untuk beriman terhadap Al-Qur’an dan mengamalkan ayat-ayat yang muhkam (jelas maknanya), mereka menghalalkan yang dihalalkan oleh Al-Qur’an dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh Al-Qur’an dan beriman dengan ayat-ayat yang mutasyabih (masih samar maknanya) dan mengambil ibrah dan pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an dan mereka mengatakan, ‘kami beriman dengannya, semuanya datang dari sisi Tuhan kami.`”

Perkataan Imam Al-Ajurri Rahimahullah, “Kemudian Allah yang Maha Pemurah memerintahkan para makhlukNya untuk beriman terhadap Al-Qur’an.”  Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا

“Katakanlah: ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.`” (QS. Al-Baqarah[2]: 136)

Juga firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan RasulNya dan kepada kitab yang diturunkan kepada RasulNya.”

Perkataan Imam Al-Ajurri Rahimahullah, “Dan Allah memerintahkan kepada makhlukNya untuk beriman dengan ayat-ayat yang muhkam dan menghalalkan apa yang dihalalkan, mengharamkan apa yang diharamkan oleh Al-Qur’an dan beriman dengan ayat-ayat yang mutasyabih.” Karena -kata beliau hafidzahullah- bahwa Al-Qur’an terdapat di dalamnya ayat-ayat yang muhkamat (ayat-ayat yang maknanya jelas dan terang) dan juga ada ayat-ayat mutasyabihat (ayat-ayat yang samar dan tidak jelas maknanya). Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّـهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا

Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menurunkan kepadamu Al-Qur’an di antara isinya ada ayat-ayat yang jelas, itu adalah pokok isi Al-Qur’an. Dan yang lain ada ayat-ayat yang samar maknanya. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecondongan kepada kesesatan maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih dengan tujuan menimbulkan fitnah dan mencari takwilnya. Dan tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam keilmuannya. Mereka mengatakan, ‘Kami beriman kepadanya, semua dari sisi Tuhan kami.’” (QS. Ali-Imran[3]: 7)

Maka ayat-ayat yang jelas, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifatkan ayat-ayat tersebut dengan sifat ummul kitab (pokok-pokok isi Al-Qur’an). Yaitu kepadanya dikembalikan ayat-ayat yang mutasyabihat. Dan metode orang-orang yang mendalam keilmuannya/kokoh keilmuannya (metode para ulama), yaitu mereka mengembalikan ayat-ayat mutasyabih kepada ayat-ayat muhkam sehingga ketidakjelasan dan kesamaran pun bisa hilang. Dan mereka menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur’an dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh Al-Qur’an.

Adapun metode yang digunakan oleh orang yang pada hatinya ada kecondongan kepada kesesatan, yaitu mereka berpaling dari ayat muhkam dan mengikuti ayat-ayat yang samar dengan niat dan tujuan yang buruk. Karena mereka ingin menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya.

Adapun orang-orang yang beriman, mereka beramal dengan ayat-ayat muhkam (yang jelas maknanya) dan mereka beriman dengan ayat-ayat yang mutasyabih dan mereka tidak menolak sedikitpun dari ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun yang tidak jelas bagi mereka dari makna Al-Qur’an, mereka berusaha mengembalikannya kepada ayat-ayat yang muhkam agar mereka bisa memahaminya. Dan seandainya mereka belum memahaminya, maka mereka tidak mendustakan sedikitpun dari Al-Qur’an.

Dan kesamaran yang disifatkan di sebagian ayat-ayat Al-Qur’an bukanlah ketidakjelasan yang mutlak. Akan tetapi di sini adalah kesamaran yang relatif. Yaitu orang-orang yang mendalam keilmuannya (para ulama, orang-orang yang kokoh keilmuwannya), mereka mampu memahami ayat-ayat tersebut dengan ilmu dan pemahaman yang mereka miliki.

Oleh karena itu sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma pernah mengatakan:

أنا من الراسخين في العلم الذين يعلمون تأويله

“Saya termasuk orang yang mendalam keilmuannya yang mengetahui tafsir ayat-ayat yang mutasyabih.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Juga berkata Mujahid bin Jabr Rahimahullah -beliau adalah salah satu dari ulama Tabi’in- dia mengatakan, “Aku telah mempelajari seluruh isi Al-Qur’an kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali. Aku bertanya di setiap ayat kapan diturunkan dan apa sebab diturunkannya ayat tersebut.” (Diriwayatkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)

Kemudian Imam Al-Ajurri mengatakan, “Dan agar manusia, para makhluk mengambil pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan Al-Qur’an.” Karena kata beliau hafidzahullah, Al-Qur’an mencakup perumpamaan-perumpamaan yang Allah jadikan untuk manusia. Dan perumpamaan perempuan tersebut untuk dijadikan pelajaran. Maka apabila seseorang melewati ayat-ayat yang berkaitan dengan perumpamaan-perumpamaan, maka hendaklah ia berusaha untuk memahaminya dengan benar. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

Dan perumpamaan-perumpamaan tersebut tidak dipahami kecuali oleh orang yang berilmu.” (QS. Al-Ankabut[29]: 43)

Sebagian ulama salaf mengatakan, “Jika aku mendengarkan perumpamaan dalam Al-Qur’an dan aku belum memahaminya, maka aku menangis atas diriku (sedih). Karena Allah Ta’ala berfirman, ‘Ini adalah perumpamaan-perumpamaan yang kami jadikan untuk manusia dan tidak dipahami kecuali oleh orang-orang yang berilmu.`”

Kemudian penulis Rahimahullah mengatakan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan bagi orang yang membaca dan mengamalkan isi Al-Qur’an akan selamat dari neraka dan akan masuk ke dalam surga.” Karena tidak ada keselamatan dari neraka dan seorang tidak mungkin masuk ke dalam surga kecuali ia berpegang teguh dengan kitabullah yang merupakan tali Allah yang sangat kokoh.

Penulis kitab Rahimahullah mengatakan, “Kemudian Allah memerintahkan makhlukNya jika mereka membaca kitab Al-Qur’an agar mereka mentadaburi (berusaha memahaminya) dan menghayati isinya dengan hati-hati mereka.” Ini sama dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ

Tidakkah mereka mentadabburi Al-Qur’an?” (QS. Muhammad[47]: 24)

أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ

“Apakah mereka tidak menghayati perkataan (Al-Qur’an)” (QS. Al-Mukminun[23]: 68)

Juga firman Allah:

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ

Kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh berkah agar ayat-ayatnya dihayati dan dipahami.” (QS. Shad[38]: 29)

Penulis kitab Rahimahullah mengatakan, “Dan apabila mereka mendengar Al-Qur’an dari selain mereka, mereka mendengarkannya dengan baik. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan untuk mereka pahala yang besar, maka bagiNya segala pujian.” Hal tersebut agar mereka bisa mengambil manfaat ketika mendengarkan Al-Qur’an. Yaitu dengan cara mendengarkannya dengan baik. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ ﴿٣٧﴾

“Sungguhnya pada demikian itu ada peringatan bagi orang yang mempunyai hati dan pendengaran dan dia menyaksikan.”

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, “Mendengarkan ayat-ayat Allah dan menyucikan diri dengannya adalah perkara yang wajib untuk setiap orang. Karena setiap hamba ia harus mendengarkan perintah tuannya yang Allah utus dengannya RasulNya.” (Majmu’ Fatawa 390/15)

Penulis kitab Rahimahullah mengatakan, “Kemudian Allah memberitahukan kepada para makhlukNya bahwasanya barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan menginginkan perniagaan dengan Tuhannya Yang Maha Pemurah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikannya keuntungan yang tidak ada lagi keuntungan yang lebih besar dari keuntungan tersebut dan Allah memberitahukan kepada mereka berkah perniagaan tersebut di dunia dan di akhirat.

Berkata Abu Bakr (penulis kitab ini) semua yang aku telah sebutkan dan yang akan aku sebutkan -insyaAllah- penjelasannya ada dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga dari perkataan sahabat Radhiyallahu ‘Anhu dan dari perkataan para ulama. Dan aku akan menyebutkan apa yang aku ingat -insyaAllah- dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberi taufiq.

Kemudian Syaikh hafidzahullah mengatakan bahwasanya penulis kitab ini akan memulai dari sini menyebutkan dalil-dalil dari apa yang telah dia sebutkan.

Berkata penulis kitab ini (Imam Al-Ajurri Rahimahullah), berkata: Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّـهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ ﴿٢٩﴾ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ ﴿٣٠﴾

Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitabullah dan mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian apa yang Kami rizkikan kepada mereka terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, mereka mengharapkan perniagaan yang tidak ada kerugiannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak memberikan pahala bagi mereka secara sempurna dan Allah ingin tambahkan kepada mereka karuniaNya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Bersyukur.” (QS. Fatir[35]: 29-30)

Yaitu orang-orang yang membaca Al-Qur’an dengan benar. Dan yang dimaksud dengan membaca di sini bukan sekedar membaca, tapi juga memahami apa yang dibaca dan mengamalkan apa yang dibaca. Ini semua termasuk tilawatil qur’an. Termasuk membaca Al-Qur’an yaitu membaca, memahami dan mengamalkan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ

Orang-orang yang Kami berikan kepada mereka Al-Qur’an, mereka membacanya dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 121)

Karena yang dimaksud dengan tilawah dalam ayat ini adalah beramal dengan syariat agama Islam mengikuti Al-Qur’an dan berpegang teguh dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an. Adapun pengkhususan penyebutan أَقَامُوا الصَّلَاةَ (amalan shalat) ini menunjukkan bahwasanya shalat adalah sebaik-baik dan seutama-utama amalan dan amalan yang paling penting dalam bab tilawatil Qur’an dan mengamalkan Al-Qur’an. Karena dalam ayat ini ada penyebutan sesuatu yang khusus setelah penyebutan sesuatu yang umum. Mendirikan shalat termasuk dari bagian tilawatil Qur’an karena mendirikan shalat adalah termasuk mengamalkan Al-Qur’an. Berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullah, “Mengikuti Al-Qur’an mencakup shalat dan selainnya, akan tetapi disebutkan secara khusus shalat karena ia mempunyai keistimewaan.”

Firman Allah, “Mereka mengharapkan perniagaan yang tidak ada kerugiannya.” Yaitu orang-orang yang membaca Al-Qur’an mengharapkan -dengan membaca Al-Qur’an dan mendirikan shalat serta menginfaqkan sebagian harta yang Allah karuniakan kepada mereka dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan- perniagaan yang menguntungkan yang tidak ada kerugian sama sekali padanya.

Kemudian Allah menutup ayat ini dengan FirmanNya, “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Bersyukur.” Maka dosa-dosa yang timbul dari mereka Allah akan mengampuninya dan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan Allah akan mensyukurinya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyukuri yang sedikit dan mengampuni dari dosa-dosa yang sangat banyak.

Halaman 15 pada kitab At-Tibyaan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Qur’an.

Penulis kitab ini mengatakan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ هَـٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا ﴿٩﴾ وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٠﴾

Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih bahwasanya bagi mereka pahala yang besar dan bahwasanya orang-orang yang tidak beriman dengan kehidupan akhirat Kami siapkan untuk mereka adzab yang sangat pedih.” (QS. Al-Isra`[17]: 9)

Penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan ayat yang sangat agung ini ketika menyebutkan tentang Al-Qur’an dan sempurnanya petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. Dan bahwasanya semua petunjuk dalam Al-Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Ini menunjukkan bahwasanya Al-Qur’an adalah kitab yang paling sempurna, kitab yang paling agung, paling sempurna petunjuk-petunjuknya. Dan barangsiapa yang mempunyai syubhat dalam petunjuk-petunjuk Al-Qur’an, maka ini kembali kepada kelemahan pemahaman dia dan kurangnya keilmuannya.

Dan Imam Al-Mufassir Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi Rahimahullah telah menulis dalam tafsir beliau tentang ayat ini suatu perkataan yang sangat indah yang menunjukkan banyaknya petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan dalam kitab itu beliau menyebutkan beberapa hidayah-hidayah Al-Qur’an dan beliau menyebutkan secara khusus sebagian petunjuk-petunjuk tersebut yang diragukan oleh sebagian manusia, diantaranya tentang bolehnya seorang melakukan poligami, kemudian dilebihkannya laki-laki dari perempuan dalam hak warisan, juga yang berkaitan dengan perbudakan. Beliau menjelaskan kesempurnaan Al-Qur’an dalam petunjuk-petunjuknya dalam perkara-perkara tadi juga menjelaskan tentang kebaikan, keberkahan dan manfaat Al-Qur’an yang sangat banyak sekali, beliau menyebutkan secara rinci dan secara detail yang mana perkataan tersebut sangat bermanfaat sekali.

Juga Syaikh Abdul Aziz As-Salman Rahimahullah mengumpulkan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an yang terkandung dalam ayat ini. Beliau mengumpulkan dalam kitab beliau yang berjudul الأنوار الساطعات لآيات جامعات. Beliau mengumpulkan 2.800 petunjuk.

Firman Allah, “Dan bahwasanya orang-orang yang tidak beriman dengan kehidupan akhirat, Kami siapkan bagi mereka adzab yang sangat pedih.” Dalam ayat ini ada penjelasan bahwasanya manusia dalam perkara hidayah/petunjuk Al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian. Yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dan orang-orang yang tersesat. Dan Allah telah menyebutkan akibat atau tempat kembali bagi setiap kelompok tersebut dalam FirmanNya:

وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

“Dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang melakukan amal shalih bahwasanya bagi mereka pahala yang besar, mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan Al-Qur’an.”

Adapun firman Allah, “Dan bahwasanya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami siapkan bagi mereka adzab yang pedih.” Yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk dengan Al-Qur’an maka balasan untuk mereka adalah adzab yang pedih.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasannya barangsiapa yang mencari petunjuk dengan petunjuk Al-Qur’an, mengambil manfaat darinya, maka sesungguhnya pentunjuk dan hidayah tersebut manfaatnya untuk dirinya. Dan barangsiapa yang tersesat, maka akibat kesesatannya adalah kembali kepadanya. Adapun Allah ‘Azza wa Jalla, tidak kembali kepadaNya manfaat orang yang mendapatkan petunjuk dan tidak akan merugikanNya sedikitpun orang yang tersesat sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

مَّنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا

Barangsiapa yang mendapatkan petunjuk, maka petunjuk tersebut kembali kepada dirinya. Dan barangsiapa yang tersesat, akibat kesesatannya adalah kembali kepadanya.” (QS. Al-Isra`[17]: 15)

Dalam hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang beliau riwayatkan dari Allah ‘Azza wa Jalla (hadits qudsi), Allah ‘Azza wa Jallan mengatakan:

يَا عِبَادِي، إنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّونِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي. يَا عِبَادِي، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا

“Wahai hamba-hambaKu (kata Allah Allah ‘Azza wa Jalla), sesungguhnya kalian tidak akan mempu untuk mebahayakanKu dan kalian tidak akan mampu untuk memberikan manfaat kepadaKu. Wahai hamba-hambaKu, seandainya orang yang pertama dari kalian sampai orang yang terakhir, seluruh jin dan manusia sama ketaqwaannya dengan orang yang paling bertaqwa di antara kalian, maka hal tersebut tidak menambah dari kerajaanKu sedikitpun. Wahai hamba-hambaKu, seandainya orang yang pertama sampai orang yang terakhir seluruh jin dan manusia menjadi orang yang paling jahat atau sama dengan orang yang paling jahat di antara kalian, maka hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaanKu dan kemuliaanKu.”

Simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-33:36

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Mengamalkan Ayat-Ayat Muhkamat dan Mengimani Ayat-Ayat Mutasyabihat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48153-mengamalkan-ayat-ayat-muhkamat-dan-mengimani-ayat-ayat-mutasyabihat/